Serangan ransomware yang menjadi momok beberapa tahun terakhir kembali memakan korban. Kali ini, pemerintah kota Wichita, Kansas, AS, harus menonaktifkan sistemnya akibat serangan ransomware.
Pada akhir pekan lalu, pemerintah setempat melaporkan adanya insiden yang melumpuhkan data di beberapa sistem krusial.
“Sebagai langkah penanggulangan, kami mematikan jaringan komputer,” kata perwakilan pemerintah setempat, dikutip dari PCMag, Selasa (7/5/2024).
Meski situs utama kota tetap aktif, namun fasilitas layanan lainnya yang digunakan masyarakat untuk melakukan pembayaran, mengakses dokumen persidangan, tidak bisa digunakan.
Pemerintah membantah ransomware sebagai dalang kelumpuhan sistem. Pemerintah hanya menyebut menonaktifkan sistem demi “menjaga keamanan operasional.”
Namun, pemerintah mengonfirmasi ada penyerangan yang fokus pada sistem enkripsi file. Tujuannya adalah meminta tebusan. Metode ini merupakan definisi serangan ransomware yang dikenal selama ini.
Salah satu kekhawatiran dari penyerangan ini adalah keamanan data sensitif masyarakat Wichita yang berjumlah 400.000 orang. Biasanya, penjahat siber akan mengancam menjual data sensitif ke pasar gelap jika tidak menerima tebusan yang diminta.
Baru-baru ini, penyedia asuransi UnitedHealth Group rela membayar US$ 22 juta untuk memitigasi serangan ransomware.
Tak jelas apakah pemerintah Wichita akan mengambil langkah serupa. Sejauh ini, investigator federal mengatakan tengah mengkaji data-data apa saja yang terdampak serangan.
Pemerintah mengatakan akan mengambil langkah hati-hati dalam memulihkan layanan publik.
“Kami bekerja sama dengan para spesialis untuk mengkaji sistem sebelum mengaktifkannya kembali,” kata pemerintah setempat.
Menurut perusahaan keamanan siber Emsisoft, serangan ransomware di Wichita menandai ke-36 kalinya geng hacker menyerang pemerintah lokal di AS. Hal ini menegaskan ancaman ransomware makin ganas mengintai sektor pemerintahan.