Pemerintahan Xi Jinping disebut merangkul influencer asing lebih banyak untuk mengakses pasar dalam negeri. Mereka akan digunakan sebagai alat penyebaran propaganda China.
Langkah ini dianggap aneh mengingat China selama ini dikenal cukup tegas dalam mengawasi internet di dalam negerinya. Mereka yang ingin mengakses internet China harus sangat pro-Beijing.
Laporan tersebut berasal dari lembaga think tank, Australian Strategic Policy Institute (ASPI). Mereka menganalisis lebih dari 120 influencer asing yang aktif menggunakan platform video streaming seperti Bilibili, Douyin, Xigua, dan Toutiao.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa popularitas para influencer asing meningkat dengan menjual nasionalisme. Mereka berhasil menarik puluhan juta pengikut di platform-platform China.
Tujuan menarik influencer asing, menurut laporan tersebut, adalah untuk melindungi budaya, wacana, dan ideologi yang dikendalikan oleh Partai Komunis China. Orang-orang dengan pengaruh besar di media sosial dianggap bisa mempromosikan narasi lebih baik dibandingkan dengan media tradisional.
China dikabarkan membangun studio untuk mengakomodir para influencer asing tersebut. Pemerintah juga merangkul para mahasiswa internasional yang belajar di kampus-kampus dalam negeri.
Para mahasiswa dikembangkan menjadi talenta muda dengan kemampuan multibahasa. Beberapa siswa lain ditawari hadiah untuk membuat video pro-China, dan beberapa perjalanan juga didanai oleh Beijing.
Laporan itu memperingatkan bahwa langkah pemerintah Xi Jinping bisa mempersulit platform, pemerintah, dan warga asing lainnya. Mereka akan kesulitan membedakan mana konten propaganda dan mana yang bukan.