Mantan Menteri Komunikasi dan Informatika Dituntut Penjara 15 Tahun atas Kasus Korupsi Proyek BTS 4G

by -100 Views

Johnny Plate, mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), telah dituntut dengan hukuman penjara selama 15 tahun dalam kasus korupsi pengadaan BTS 4G. Jaksa mengatakan bahwa Johnny terbukti melakukan tindakan korupsi dan memperkaya diri sendiri atau orang lain.

Korupsi dalam pengadaan BTS 4G ini diketahui telah merugikan negara sebesar Rp 8 triliun. Johnny dituduh melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

“Menuntut, agar majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memeriksa dan mengadili perkara ini, memutuskan, menyatakan, terdakwa Johnny G. Plate terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama,” kata jaksa dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Jaksa menjelaskan bahwa Johnny menyetujui perubahan jumlah site untuk BTS 4G tanpa studi kelayakan. Selain itu, Johnny juga menyetujui kontrak payung pada proyek BTS dan infrastruktur pendukung paket 1 hingga 5. Dia disebut memerintahkan Anang Latief, mantan direktur utama PT Bakti, untuk memberikan proyek power system kepada Direktur PT Basis Utama Prima, Muhammad Yusrizki Muliawan.

Menurut Jaksa, Johnny menerima laporan bahwa proyek tersebut mengalami keterlambatan hingga minus 40% dan disebut sebagai kontrak kritis. Meski begitu, proyek tersebut tetap dilanjutkan dengan persetujuan dari Johnny. Selain tuntutan penjara, jaksa juga menuntut Johnny membayar denda sebesar Rp 1 miliar dan uang pengganti sebesar Rp 17,8 miliar.

Selain Johnny, Anang Latief juga dituntut dengan hukuman penjara selama 18 tahun dalam persidangan yang sama. Dia juga diduga melakukan tindak pidana pencucian uang dari hasil korupsi. Uang senilai Rp 5 miliar diyakini digunakan untuk membeli motor besar, mobil, dan rumah.

Jaksa juga menuntut Anang untuk membayar denda sebesar Rp 1 miliar dan uang pengganti sebesar Rp 5 miliar. Anang diduga melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.