Jakarta, CNBC Indonesia – Sebelum mendirikan eFishery, seorang CEO Gibran Huzaifah harus menjalani kehidupan yang sulit saat kuliah di ITB. Dia harus hidup tanpa uang saku dan tinggal jauh dari keluarganya.
Gibran bahkan pernah mengalami kesulitan tidak memiliki tempat tinggal dan harus pindah-pindah dari kampus hingga masjid. Selain itu, karena kekurangan uang, dia bahkan tidak makan selama tiga hari.
Ayah Gibran bekerja sebagai mandor konstruksi, tetapi pekerjaannya hilang ketika Gibran memulai kuliah. Ide mendirikan eFishery muncul saat Gibran sedang belajar di kelas biologi, mempelajari akuakultur dan pembibitan ikan lele.
Dari situlah, Gibran mencari modal untuk menyewa kolam lele dan akhirnya memiliki 76 kolam. Namun, dia juga menghadapi tantangan seperti margin keuntungan yang tipis akibat pakan mahal dan harga lele yang rendah.
Untuk mengatasi masalah ini, Gibran membuat prototipe untuk memberi makan otomatis pada kolam ikan dengan memanfaatkan teknologi Internet of Things (IoT) untuk mendeteksi masalah di kolam, termasuk kekurangan dan kelebihan pakan.
Inilah awal pendirian eFishery pada tahun 2013. Investor Patrick Walujo tertarik dengan ide Gibran setelah bertemu dengannya setelah Gibran selesai kuliah di ITB. Meskipun awalnya ide tersebut diragukan, Patrick akhirnya memberikan pendanaan pada startup itu.
Patrick mengatakan bahwa dia terkesan dengan ide tersebut dan memberikan sedikit pendanaan untuk mengikuti perkembangannya. Bisnis eFishery berkembang pesat dan memberikan dampak positif bagi para petani ikan.
Startup ini mengalami pertumbuhan yang positif, bahkan lebih besar pendapatannya dari perusahaan raksasa ride hailing Indonesia, Gojek.
(dce)