Raffi Ahmad Berisiko Mengalami Kemiskinan, Tanda-tandanya Telah Terlihat di Amerika

by -90 Views

Industri konten di media sosial semakin ramai belakangan ini karena semakin banyak orang yang mencoba terlibat. Namun, platform-platform tersebut dilaporkan tidak sebaik dulu dalam memberikan komisi kepada para pembuat konten. Para merek ternama juga lebih selektif dalam bermitra dengan para influencer.

Banyak orang bermimpi untuk menjadi influencer terkenal seperti YouTuber Mr. Beast, atau TikToker Charli D’Amelio. Di Indonesia, salah satu sosial media influencer yang terkenal adalah Raffi Ahmad.

Namun, di balik gemerlapnya dunia kreator konten, kenyataannya tidak seindah yang terlihat di layar smartphone Anda. Industri ini semakin ramai dan persaingan untuk mendapatkan keuntungan semakin ketat.

The Wall Street Journal melaporkan kasus Clint Brantley, seorang kreator konten yang telah bekerja penuh waktu selama tiga tahun terakhir. Meskipun memiliki lebih dari 400.000 pengikut dengan rata-rata tayangan kontennya mencapai lebih dari 100.000, penghasilan Brantley tahun lalu lebih kecil dari gaji rata-rata pekerja penuh waktu di AS pada tahun 2023.

Brantley membuat konten untuk TikTok, YouTube, dan Twitch, kebanyakan berhubungan dengan tren dalam game mobile Fortnite. Namun, karena pendapatannya yang tidak stabil, Brantley belum siap untuk menyewa apartemen dan masih tinggal bersama ibunya di Washington.

Menurut The Wall Street Journal, mendapatkan penghasilan yang layak sebagai kreator konten adalah hal yang sulit, dan akan semakin sulit. Platform-platform semakin sedikit membagikan uang untuk konten yang populer, sementara para merek lebih spesifik dalam memilih kerjasama dengan influencer.

Ancaman blokir TikTok di AS pada 2025 juga memperparah kondisi industri kreator konten. Banyak dari mereka khawatir apakah masih bisa menghasilkan uang dari media sosial jika salah satu sumber pendapatan mereka dihapus.

Menurut laporan Goldman Sachs pada 2023, ratusan juta orang di seluruh dunia membuat konten yang menghibur dan mendidik di media sosial, namun hanya sekitar 50 juta yang menghasilkan uang dari situ. Bank investasi tersebut memperkirakan jumlah kreator yang menghasilkan pendapatan akan terus tumbuh hingga tahun 2028.

Namun, semakin banyak orang mencari nafkah dari industri ini, semakin kecil pula bagian yang harus dibagi-bagi. Misalnya, pada tahun lalu, 48% dari influencer menghasilkan kurang dari US$ 15.000, sementara hanya 14% yang menghasilkan lebih dari US$ 100.000.

Ketimpangan pendapatan influencer ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti apakah mereka bekerja penuh waktu atau paruh waktu, tipe konten yang mereka bagikan, dan seberapa lama mereka telah menjadi influencer.

Selain itu, para influencer yang bekerja secara mandiri tidak mendapatkan keuntungan seperti karyawan kantor, seperti jaminan kesehatan, pensiun, atau bonus tahunan. Di tengah inflasi dan ketidakpastian ekonomi, para influencer menghadapi tekanan yang semakin sulit untuk mengamankan keuangan mereka.

Platform-platform seperti TikTok, YouTube, dan Instagram mulai mengubah kebijakan pembayaran untuk para kreator konten. Persyaratan untuk mendapatkan penghasilan dari platform semakin ketat, dan para kreator harus berjuang lebih keras untuk menghasilkan uang dari konten mereka.

Tak hanya itu, para influencer juga harus berusaha lebih keras untuk memonitisasi audiens mereka, seperti dengan cara menjual merchandise atau bekerja sama dengan merek. Namun, perjalanan menjadi influencer tidaklah mudah, dan banyak dari mereka merasa bahwa pekerjaan ini sangat menguras energi dan mental.

Mereka harus selalu berpikir tentang konten apa yang disukai oleh audiens mereka, serta berinteraksi dengan penggemar mereka untuk menjaga popularitas mereka. Meskipun banyak dari mereka memiliki banyak pengikut, tetap sulit bagi para influencer untuk menghasilkan uang hanya dari platform saja.

Semua ini menunjukkan bahwa menjadi seorang influencer bukanlah pekerjaan yang mudah, dan banyak dari mereka harus bekerja keras selama bertahun-tahun untuk mencapai kesuksesan. Terlebih lagi, mereka harus menghadapi ketidakpastian dalam hal keuangan dan tidak mendapatkan keuntungan seperti karyawan kantor.

Kesimpulannya, meskipun menjadi seorang influencer terlihat glamor dan menggiurkan, kenyataannya di balik layar tidak sesederhana yang terlihat. Industri kreator konten semakin ramai dan persaingan semakin ketat, membuat para influencer harus bekerja lebih keras untuk mendapatkan penghasilan yang layak dan stabil.