Jakarta, CNBC Indonesia – Posisi WhatsApp sebagai aplikasi pesan singkat terpopuler semakin terancam. Pesaingnya, Telegram, diprediksi akan mencapai tonggak baru dalam waktu dekat, yaitu mengumpulkan 1 miliar pengguna aktif bulanan.
Untuk perbandingan, WhatsApp memiliki lebih dari 2 miliar pengguna aktif bulanan hingga akhir 2023.
Telegram adalah perusahaan berbasis Dubai yang didirikan oleh pengusaha asal Rusia, Pavel Durov. Pada tahun 2014, Durov meninggalkan Rusia karena menolak permintaan untuk memblokir suara komunitas oposisi di platform media sosial VK miliknya saat itu. Ia kemudian menjual VK dan mendirikan Telegram.
“Pengguna aktif bulanan kami akan mencapai 1 miliar pada tahun ini,” kata Durov, seperti dilansir dari Reuters, Sabtu (11/5/2024).
“Telegram telah menyebar seperti kebakaran hutan,” tambahnya.
Lebih lanjut, Purov menyatakan bahwa ia telah mendapat tekanan dari beberapa negara untuk membatasi pertukaran informasi tertentu. Namun, ia menegaskan bahwa Telegram, yang kini memiliki 900 juta pengguna aktif, akan terus menjadi platform netral yang tidak terlibat dalam konflik geopolitik. Hal ini juga menjadi daya tarik platform tersebut bagi pengguna di seluruh dunia.
Laporan Financial Times pada bulan Maret mengatakan bahwa Telegram mungkin akan melantai di bursa AS setelah perusahaan tersebut mendapatkan keuntungan.
Telegram masuk dalam daftar platform internet populer, bersanding dengan Facebook, YouTube, WhatsApp, Instagram, TikTok, dan WeChat.
Ketika Rusia menginvasi Ukraina pada tahun 2022, Telegram menjadi salah satu sumber informasi yang tidak menyaring kontennya. Meskipun dianggap transparan, banyak konten yang berisi disinformasi juga tersebar di platform tersebut.
Durov menjamin bahwa sistem enkripsi pada Telegram akan membuat pertukaran informasi di dalamnya benar-benar terlindungi dan tidak bisa diintervensi oleh pemerintah.
“Lebih baik saya bebas daripada tunduk pada perintah siapa pun,” katanya.
Menurut Pavel, pemerintah telah mencoba berbagai cara untuk mengelabui enkripsi Telegram, salah satunya datang dari FBI. FBI pernah mencoba merekrut engineer Telegram untuk membobol backdoor platformnya, namun FBI tidak mengomentari tuduhan ini.
Ia juga menyatakan bahwa tekanan untuk menjaga kebebasan berekspresi sebenarnya tidak hanya berasal dari pemerintah, tapi juga dari rival seperti Apple dan Alphabet.
“Dua platform tersebut bisa menyensor apa pun yang Anda baca dan mengakses segala sesuatu di smartphone Anda,” tegasnya.
Durov memilih berdomisili di Dubai karena menurutnya Uni Emirat Arab adalah negara netral yang bersahabat dengan siapa pun dan tidak berafiliasi dengan pemerintahan superpower. Ia merasa aman menjalankan perusahaan netral di negara tersebut.