J&T Express adalah salah satu pemain besar di pasar jasa kurir pengiriman barang di Indonesia. Namun, belakangan ini muncul kontroversi sehubungan dengan pencatatan saham J&T Global di bursa Hong Kong.
J&T Express didirikan pada Agustus 2015 oleh Jet Lee, mantan CEO Oppo Indonesia. Jet Lee dan rekannya, Tony Chen, memutuskan keluar dari Oppo Indonesia dan membangun perusahaan jasa ekspedisi tersebut. Pada awal masa operasional, Tony Chen, yang merupakan pendiri dan CEO Oppo, juga menginvestasikan dana sebesar Rp 400 miliar untuk J&T Express.
Asal nama J&T sendiri dapat diartikan sebagai Jet & Tony, sesuai dengan nama pendirinya. Menurut data Crunchbase, J&T telah menerima total pendanaan sebesar US$4,7 miliar dalam empat putaran pendanaan. Perusahaan ini memiliki tujuh investor, termasuk Temasek, pengelola dana abadi Singapura, dan Tencent, raksasa teknologi China.
Menurut laporan CB Insight, valuasi J&T Express saat ini mencapai sekitar US$20 miliar, dan termasuk dalam jajaran startup decacorn di Indonesia bersama dengan Gojek. J&T memulai bisnisnya di Indonesia dan kemudian berekspansi ke negara-negara lain, termasuk China, Vietnam, Singapura, Uni Emirat Arab, dan Arab Saudi. Perusahaan ini menyediakan layanan logistik kepada e-commerce seperti Taobao milik Alibaba Group, Shein, dan TikTok milik ByteDance.
J&T ditargetkan melantai perdana di bursa Hong Kong pada 27 Oktober. Pada prospektusnya, J&T mengakali hukum Indonesia tentang pembatasan investasi asing dengan cara mendaftarkan PT Global Jet Express sebagai perusahaan modal dalam negeri. Meskipun demikian, faktanya PT Global Jet Express dimiliki oleh Winner Star Holding Ltd, yang kemudian dimiliki oleh Onwing Global Limited, yang berkedudukan di Cayman Island. Pemegang saham pengendali J&T Global Express adalah Jet Lee, pendiri J&T.
Artikel ini telah ditulis ulang dalam bahasa Indonesia. Sumber: CNBC Indonesia.