Paul Alex (35 tahun) memulai karirnya sebagai polisi di San Francisco, Amerika Serikat. Ia pun tercatat sebagai polisi berprestasi, pernah jadi detektif di Satuan Tugas Narkotika sebelum bergabung di Unit Korban Khusus.
Pada 2020, gajinya mencapai US$ 133.000 (Rp 2,5 miliar) per tahun. Ditambah bonus dan benefit lainnya, uang yang dia terima tembus US$ 272.000 (Rp 4,2 miliar).
Meski pekerjaan sebagai polisi memberikan stabilitas keuangan, namun Alex mengaku kehilangan keseimbangan hidup antara kehidupan profesional dan personal.
Jam kerjanya bisa 60-100 jam setiap minggu. Pada satu titik, Alex tergerak untuk mengubah haluannya. Ia berhenti mengambil lembur dengan konsekuensi pendapatannya berkurang jauh.
Ia pun mulai berpikir untuk investasi pada aset bergerak, agar bisa keluar dari jebakan gaji bulanan. Dengan begitu, gaji yang ia terima tiap bulan bisa dialokasikan untuk kebutuhan tersier seperti liburan, membeli mobil, dan investasi tambahan.
Awalnya Alex berpikir untuk berinvestasi pada properti. Namun, modal yang besar membuatnya mengurungkan niat. Apalagi, bisnis properti memakan biaya besar untuk perawatan dan operasional.
Alhasil, pada 2017, Alex terinspirasi untuk berinvestasi pada mesin ATM. Modal untuk membangun ATM bisa kurang dari US$ 3.000 (Rp 46 juta) dengan risiko relatif minim. Karena itu, ia menilai bisnis ATM merupakan investasi bergerak. Tak menunggu lama, ia mulai menjalankan bisnis ATM pada 2018 sebagai pekerjaan sampingan.
Saat dipasang, mesin ATM dengan cepat memberikan profit. Tiga tahun setelah membuka ATM pertamanya, Alex mengundurkan diri dari profesinya sebagai polisi pada Maret 2021.
Dari Januari 2021 hingga April 2023, penjualan total Alex senilai US$ 12 juta (Rp 185 miliar) dengan profit bersihnya US$ 2,5 juta (Rp 38,6 miliar) melalui perusahaannya ‘ATMTogether’. Pendapatan dari perusahaan ‘Merchant Task Force’ yang menyediakan layanan terminal kartu kredit mencapai US$ 844.000 (Rp 13 miliar) dengan profit bersih US$ 742.000 (Rp 11,4 miliar) pada periode yang sama.
Pada 2018 sebelum membuka mesin ATM pertamanya, Alex mengambil cuti selama 2 minggu untuk mencari lokasi strategis. Ia mencari area yang ramai, sehingga bisa mendapatkan insentif ketika membuka mesin ATM. Alex menyasar area turis dan lokasi padat seperti klub malam, restoran, dan perkantoran. Ia juga menawarkan pelaku bisnis kecil untuk menempatkan mesin ATM-nya tanpa ada biaya tambahan.
Mesin ATM pertamanya dioperasikan dengan modal US$ 2.000-3.000 (Rp 31-46 jutaan) dan memberikan profit rata-rata US$ 200 (Rp 3 juta per bulan).
Pada 2020, Alex sudah memiliki 30 mesin ATM yang tersebar di San Francisco. Masing-masing memberikan keuntungan US$ 250-1.500 per bulan. Rata-rata keuntungan gabungan dari mesin ATM yang ia miliki tembus US$ 9.000-12.000 (Rp 139-185 jutaan) per bulan.
Ketika Alex sudah mengumpulkan duit yang cukup untuk menambah mesin ATM, ia sadar masih perlu modal untuk menyediakan uang tunai di mesin. Akhirnya, ia mendaftarkan dua kartu kredit dan menggunakannya untuk membeli mesin.
Ketika pertama kali membeli 6 mesin ATM, Alex mendapatkan diskon. Namun, belakangan ia sadar mekanisme itu tak menguntungkan karena ia harus membayar komisi 30% dari pendapatannya.
Selanjutnya, ia membeli mesin langsung ke produsen, tanpa melalui agen sehingga tak perlu membayar komisi lain.
Pada 2021 Alex sudah mampu mendapatkan profit berkali-kali lipat dan memutuskan berhenti dari profesinya sebagai polisi dan fokus menggarap bisnis ATM. Ia mendapatkan pelajaran berharga untuk terus berusaha berinvestasi pada diri sendiri.