Jumlah belut vampir purba meningkat tajam sejak 2020 atau saat Covid-19 mulai menyebar ke seluruh dunia. Padahal hewan tersebut dikendalikan oleh Great Lakes Fishery Commission bersama dengan US Fish and Wildlife Service dan Fisheries and Oceans Canada. Saat itu pengendalian sempat terkendala dan membuat populasinya meningkat drastis. Peningkatan jumlah spesies bernama Sea Lamprey itu terjadi di danau-danau perbatasan Amerika Utara dan Kanada. Dalam sebuah laporan pertengahan tahun ini, Science Alert mencatat belum diketahui jumlah peningkatan populasi spesies tersebut. Namun National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA), keberadaan Sea Lamprey membuat jumlah ikan trout menurun drastis. Sebagai informasi, belut penghisap darah itu memangsa berbagai macam spesies seperti ikan trout, whitefish, perch dan sturgeon. “Dalam satu abad, penangkapan ikan trout anjlok, sebagian besar karena perkembangbiakan Lamprey yang tidak terkendali,” kata NOAA, dikutip dari Science Alert, Selasa (26/12/2023). Sementara itu, pengendalian jumlah belut purba itu memang tak mudah. Ini diungkapkan oleh laporan publikasi ilmiah non-profit, Undark Magazine. Pada 2020, pihak yang mengontrol populasi Sea Lamprey hanya mampu mengerjakan 25%. Setahun berselang, mereka bertanggung jawab pada 75% populasi. Jumlah pengendalian belut itu juga tak murah. Setidaknya, Wired melaporkan, mencapai US$15 juta hingga US$20 juta atau sekitar Rp231,8 miliar hingga Rp 309 miliar per tahunnya. Banyak hal juga yang perlu diperhatikan untuk melakukan pengendalian jumlah populasi. Salakh satunya terkait pemberian pestisida, lampricide, yang digunakan untuk mengurangi jumlah belut vampir.