Ketahanan pangan menjadi isu global yang semakin mendesak dengan pertumbuhan populasi dunia yang terus meningkat. Banyak negara yang kini mencari sumber protein alternatif untuk mengatasi permasalahan ini. Peneliti sistem pangan dari University of Oxford, Monika Zurek, menyoroti kebutuhan akan solusi yang ramah lingkungan dalam memenuhi kebutuhan protein global yang terus bertambah.
Dampak diet manusia, terutama di masyarakat barat, terhadap lingkungan juga semakin menjadi perhatian. Misalnya, peternakan sapi diperkirakan berkontribusi 10% dari emisi gas rumah kaca dunia, dan pembukaan lahan peternakan dikaitkan dengan deforestasi. Industri peternakan babi dan ayam juga memiliki dampak buruk terhadap lingkungan, seperti polusi air dan dampak lainnya.
Sebagai solusi, Natusch dari Macquarie University mengusulkan peningkatan konsumsi daging ular sebagai alternatif protein yang lebih ramah lingkungan. Melalui penelitiannya dengan peternakan piton komersial di Vietnam dan Thailand, Natusch menemukan bahwa ular bisa menjadi sumber protein yang efisien dan berkelanjutan. Ular sanca, dalam studi tersebut, terbukti bisa tumbuh dengan cepat dan memiliki ketahanan yang luar biasa, bahkan bisa bertahan tanpa makanan selama berbulan-bulan.
Meskipun demikian, Zurek menyatakan bahwa ular masih perlu penelitian lebih lanjut terkait dampak lingkungan dan nutrisi yang terkandung. Tidak semua masyarakat siap untuk mengonsumsi daging ular, terutama di budaya barat yang belum terbiasa. Namun, Natusch menegaskan bahwa daging ular memiliki potensi sebagai sumber protein alternatif yang lezat dan bisa menjadi solusi bagi miliaran orang di berbagai belahan dunia yang mengonsumsinya secara rutin.