Banyak Wanita Korea Menghapus Foto-foto di Instagram, Kondisi Mereka Semakin Parah

by -1684 Views

Jakarta, CNBC Indonesia – Wabah konten porno deepfake yang dibuat dengan kecerdasan buatan (AI) sedang merambah Korea Selatan. Para wanita Korea ketakutan dengan berbagai konten deepfake yang berasal dari Telegram.
CEO dan pendiri Telegram, Pavel Durov, ditangkap di Prancis. Setelah penangkapan tersebut, Telegram menghadapi masalah hukum di Korea Selatan.
Kepolisian Korea Selatan telah mengumumkan penyelidikan awal mengenai peran platform pesan instan tersebut dalam kejahatan seks.
Menurut laporan dari kantor berita Yonhap, penyelidikan ini merupakan langkah Korea Selatan untuk mengatasi penyebaran pornografi palsu atau deepfake yang telah menargetkan wanita muda, termasuk remaja, di negara ini.
Kepala Kantor Investigasi Nasional Korea Selatan, Woo Jong-soo, mengatakan bahwa mereka berencana untuk berkolaborasi dengan kepolisian Prancis dan lembaga internasional lainnya terkait masalah Telegram.
Penyelidikan ini mungkin rumit karena Telegram tidak secara langsung memberikan data investigasi, seperti informasi akun, kepada badan investigasi negara mana pun, termasuk di AS, seperti yang dilansir dari CNBC Internasional.
Penolakan Telegram untuk berbagi informasi dengan penyelidik ketika diminta oleh hukum juga telah dicatat dalam penyelidikan Prancis.

Video porno deepfake sedang menyebar di Korea Selatan dan membuat para wanita di sana merasa takut. Mereka bahkan harus menghapus foto selfie mereka di Instagram, Facebook, dan media sosial lainnya karena khawatir menjadi korban.
Seorang wanita berusia 27 tahun mengatakan, “Rasanya seperti tempat yang seharusnya menjadi teraman bagi kita, kehidupan sehari-hari kita, telah dilanggar.”
Permasalahan deepfake seksual menjadi sorotan ketika lulusan Universitas Nasional Seoul berusia 40-an diduga berkonspirasi dengan tiga pria lainnya untuk membuat gambar dan video seksual eksplisit dari korban menggunakan teknologi deepfake, dan membagikannya di Telegram.
Sejauh ini, sudah ada 61 korban yang diidentifikasi, termasuk 12 alumni sekolah yang sama dengan pelaku.
Dalam waktu singkat, laporan media berkembang dari kasus serupa lainnya terkait kejahatan seks deepfake, dengan beberapa ruang obrolan di Telegram yang menargetkan anak di bawah umur.
Salah satu saluran Telegram dilaporkan memiliki lebih dari 220.000 anggota dan dilengkapi dengan program yang dapat langsung mengubah foto menjadi telanjang. Para pelaku bahkan mendorong anggota saluran tersebut untuk membagikan foto orang yang mereka kenal.
Bae Sang-hoon, seorang profesor dari departemen administrasi polisi di Universitas Woosuk, mengatakan bahwa pelaku kejahatan ini didorong oleh beberapa faktor, termasuk rasa rendah diri, hiburan, dan kadang-kadang hanya untuk melecehkan atau membalas dendam secara online.
Perbedaannya sekarang adalah dengan kombinasi Telegram, yang banyak digunakan oleh remaja dan generasi muda, serta kecerdasan buatan, telah menyebabkan kerusakan yang meluas di seluruh negara.