Orang Malas Menggunakan Aplikasi Kencan yang Tidak Populer

by -502 Views

Jakarta, CNBC Indonesia – Kejayaan aplikasi kencan perlahan-lahan mulai merosot. Pada bulan ini, saham Bumble jatuh 30% setelah laporan pendapatan yang mengecewakan.

Aplikasi lain seperti Match Group yang memiliki Tinder, Match.com, OkCupid, dan lainnya melaporkan penurunan jumlah pelanggan berbayar selama 7 kuartal berturut-turut.

Menurut penelitian dari Pew, hampir separuh pengguna aplikasi kencan online dan lebih dari setengah perempuan melaporkan pengalaman yang sangat buruk saat menggunakan platform kencan online.

Penipuan juga semakin meningkat sebagai permasalahan, dengan studi menunjukkan bahwa 52% pengguna aplikasi kencan mengatakan bahwa ada yang mencoba menipu mereka.

Sebanyak 57% perempuan menganggap kencan online tidak aman, sementara 87% mengatakan bahwa mereka sering ‘diteror’ oleh orang yang telah mereka tolak, seperti dilansir dari TheGuardian, Senin (19/8/2024).

Penurunan yang signifikan juga terjadi pada aplikasi Bumble, yang dipicu oleh sejumlah peristiwa. Salah satunya adalah tren para selebritas yang mengaku menjalani ‘celibate’ atau puasa dari hubungan asmara.

Beberapa selebritas tersebut antara lain Khloe Kardashian, Lenny Kravitz, Julia Fox, Kate Hudson, dan Tiffany Haddish.

The Cut dari New York Magazine telah mengonfirmasi bahwa tren celibate ini terjadi karena maraknya kekhawatiran akan moralitas dalam hubungan seksual, terutama dialami oleh generasi muda.

Menurut Laurie Mintz, seorang profesor psikologi di Universitas Florida, tren celibate ini muncul sebagai reaksi terhadap kekecewaan pada norma hubungan seksual dalam hubungan romantis, serta penolakan terhadap aturan yang ketat mengenai apa yang diharapkan terjadi.

Dalam konteks kencan online, banyak orang merasa tidak puas dengan konsep yang terasa transaksional. Allie Volpe, seorang penulis di Vox, mendorong orang untuk mencari pasangan secara offline.

Menurutnya, banyak temannya yang masih lajang telah menyerah pada kencan online karena dianggap terlalu impersonal dan terasa seperti permainan angka, sehingga orang merasa memiliki pilihan yang tak terbatas. Akibatnya, orang tidak lagi bersikap baik terhadap orang-orang yang mereka temui di aplikasi.

Banyak orang kini mencari cara yang lebih organik untuk bertemu pasangan, sehingga jika tidak tertarik, dapat berbicara dengan baik dan segera melanjutkan. Di platform online, sulit untuk memastikan bahwa penolakan diterima dengan baik, dan seringkali orang bisa mengalami ‘diteror’ atau ghosting setelah memperoleh apa yang mereka inginkan.

Konsep kencan online semakin umum selama pandemi, ketika pertemuan langsung sulit dilakukan. Bagi Generasi Z, pengalaman kencan pertama mereka mungkin terjadi melalui aplikasi kencan online.

Meskipun begitu, industri kencan online sebenarnya masih kecil. Pendapatan tahunan Match Group hanya US$ 3,4 miliar, jumlah yang kecil jika dibandingkan dengan perusahaan teknologi besar lainnya, menurut konsultan industri Mark Brooks.

Aplikasi kencan online memiliki model bisnis yang jelas, dengan fitur-fitur berlangganan dan berbayar. Namun, ketika pengguna sudah merasa ‘nyaman’, mereka cenderung beralih ke aplikasi pesan gratis.

Kencan online juga dianggap melelahkan karena mendatangkan banyak situasi yang biasanya terjadi dalam interaksi offline secara instan. Misalnya, di aplikasi kencan, seringkali orang yang ‘match’ akan langsung diajukan pertanyaan apakah mereka tertarik untuk menikah. Hal ini mereduksi keindahan proses mengenal seseorang secara alami dan bertahap.

(fab/fab)