Jakarta, CNBC Indonesia – Jumlah mata uang kripto yang dicuri dalam peretasan secara global meningkat lebih dari dua kali lipat dalam paruh pertama 2024 dibandingkan tahun sebelumnya.
Menurut peneliti blockchain TRM Labs, para pencuri telah mendapatkan kripto senilai lebih dari US$1,38 miliar (Rp22,7 triliun) hingga 24 Juni 2024. Jumlah ini meningkat tajam dari dari US$657 juta pada periode yang sama tahun 2023.
Median pencurian tersebut satu setengah kali lebih besar dibandingkan tahun sebelumnya.
“Meskipun kami belum melihat adanya perubahan mendasar dalam keamanan ekosistem mata uang kripto, kami telah melihat peningkatan signifikan dalam nilai berbagai token, dari bitcoin hingga ETH (ether) dan Solana, dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu,” kata Ari Redbord, kepala kebijakan global di TRM Labs, dikutip dari Reuters, Senin (8/7/2024).
Ini berarti bahwa penjahat dunia maya lebih termotivasi untuk menyerang layanan kripto, dan dapat mencuri lebih banyak ketika mereka melakukannya.
Harga kripto secara umum kini telah pulih dari posisi terendah pada akhir 2022 lalu setelah runtuhnya bursa kripto Sam Bankman-Fried, FTX.
Bitcoin mencapai titik tertinggi sepanjang masa di US$73,803.25 pada Maret tahun ini. Namun, salah satu kerugian kripto terbesar sepanjang tahun ini juga datang dari bitcoin, senilai USS$308 juta yang dicuri dari bursa kripto Jepang DMM Bitcoin.
Perusahaan mata uang kripto sering menjadi sasaran peretasan dan serangan siber, meskipun kerugian sebesar jarang terjadi.
Volume mata uang kripto yang dicuri pada 2022 adalah sekitar US$900 juta. Sebagian dicuri dari jaringan blockchain yang terkait dengan game online Axie Infinity, jumlahnya mencapai lebih dari US$600 juta. Amerika Serikat telah mengaitkan peretas Korea Utara dengan pencurian tersebut.
PBB menuduh Korea Utara menggunakan serangan siber untuk membantu mendanai program nuklir dan rudalnya. Korea Utara sebelumnya membantah tuduhan peretasan dan serangan siber lainnya.