Bos Pengusaha Internet Indonesia Ketakutan Terhadap Starlink, Merasa Kecewa karena Hal Ini

by -179 Views

Jakarta, CNBC Indonesia – Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) Muhammad Arif mengungkapkan kekhawatirannya menyusul masuknya Starlink ke Indonesia.

Bukan tanpa alasan.

Layanan internet berbasis satelit yang dimiliki oleh Elon Musk itu kabarnya dapat terhubung langsung ke ponsel. Akibatnya, menurutnya, akan menghancurkan seluruh ekosistem telekomunikasi.

Starlink diketahui telah meluncurkan layanan yang langsung terhubung ke ponsel. Pengguna dapat menggunakan layanan bernama Direct-to-Cell untuk mengirim SMS, melakukan panggilan telepon, dan berselancar di internet.

Arif mengatakan bahwa teknologi tersebut kemungkinan bisa diimplementasikan. Tinggal masalah frekuensi untuk menjalankannya. Namun, belum ada alokasi frekuensi untuk Direct-to-Cell.

Menurut Arif, keputusan untuk memberikan frekuensi untuk layanan tersebut atau tidak ada pada pemerintah.

Sebelumnya, Elon Musk, pemilik Starlink, juga menyebut kemampuan Direct-to-Cell. Layanan ini akan menyediakan konektivitas di seluruh Bumi dengan bandwidth 7 mb per beam atau sinyal.

Namun, dia memastikan layanan tersebut tidak akan bersaing dengan layanan operator lokal yang sudah ada sebelumnya.

Selain teknologi Direct-to-Cell, APJII juga mempertanyakan keistimewaan Starlink yang langsung mendapatkan proyek pengadaan layanan internet untuk daerah terpencil.

Sebab, proyek penyediaan internet di wilayah 3T tersebut didanai oleh dana universal service obligation (USO) yang berasal dari kontribusi perusahaan lokal. Sehingga, para pengusaha internet lokal bingung ketika proyek penyediaan jaringan internet di wilayah 3T justru diberikan kepada Starlink yang baru beroperasi.

Menurut Arif, semua perusahaan penyedia jaringan internet harus menyisihkan 1,25 persen dari pendapatan kotor mereka untuk USO. Nilai kontribusi tersebut mencapai Rp3 triliun per tahun.

Arif menegaskan bahwa perusahaan lokal sepenuhnya mendukung program USO pemerintah, termasuk kewajiban kontribusi 1,25 persen. Namun, dia menyarankan agar proyek 3T diserahkan kepada perusahaan lokal yang sudah lama beroperasi di Indonesia dan berkontribusi terhadap USO.

“Cuma di kita sudah menyumbang daerah 3T. Malah langsung, yang baru satu bulan langsung dikasih, ya kita kan kecewa juga,” tegasnya.

[Gambas:Video CNBC]

(dce/dce)