Ini 5 Smartphone Paling Populer di Indonesia Tahun 2024, Oppo Unggul dari Samsung

by -140 Views

Jakarta, CNBC Indonesia – Posisi Samsung sebagai ‘raja’ HP di Indonesia harus tergeser pada kuartal pertama (Q1) 2024, menurut laporan dari firma riset IDC. Oppo menanjak ke urutan pertama dengan pertumbuhan 8,5% secara tahun-ke-tahun (yoy). Sementara itu, Samsung harus rela turun ke posisi kedua dengan pertumbuhan minus 8,2% yoy.

Keberhasilan Oppo menanjak ke posisi pertama di Q1 2024 menunjukkan peningkatan signifikan jika dibandingkan kuartal sebelumnya. Pada Q4 2023, Oppo berada di urutan kelima dengan penurunan 35,5% yoy berdasarkan laporan IDC.

Sementara itu, Samsung di Q4 2023 mantap berada di posisi pertama meski dengan pertumbuhan yang juga turun 5,4% yoy. Pada Q1 2024 sebanyak 10 juta unit HP terjual atau naik 27,4% yoy. Hal ini menunjukkan bisnis HP kembali bergairah di Indonesia setelah lesu dalam beberapa kuartal terakhir. IDC mencatat pertumbuhan yang signifikan ini didorong momen Ramadan.

HP premium dengan harga US$ 600 (Rp 9,5 jutaan) tumbuh 12,8% yoy dan dipimpin oleh iPhone yang diproduksi Apple, dikutip dari laman resmi IDC, Kamis (16/5/2024).

Sementara itu, segmen menengah (mid-range) dengan kisaran harga US$ 200 (Rp 3,2 jutaan) hingga di bawah US$ 600 mencatat pertumbuhan tertinggi sebesar 73,4% yoy. Pada segmen mid-range, Apple, Samsung, Vivo, dan Xiaomi berkontribusi paling besar.

Sementara itu, segmen bujet (low-end) dengan harga di bawah US$ 200 juga tumbuh 17,8% dan dipimpin oleh Transsion (Infinix, Itel, Tecno).

Pangsa pasar HP 5G juga makin besar mencapai 28,2% dari yang sebelumnya 17,6% pada periode yang sama tahun 2023. Hal ini didorong makin banyaknya vendor yang merilis portofolio produk 5G.

Peningkatan penjualan HP 5G paling besar didorng oleh Oppo, Vivo, Xiaomi, dan Samsung sebagai pemimpinnya. “Vendor akan terus memanfaatkan momentum ini melalui ekspansi channel, pemotongan harga, strategi marketing, sembari menghadapi tantangan eksternal seperti tingginya biaya komponen dan manufaktur, pelemahan rupiah, serta situasi geopolitik yang masih tak menentu,” kata Research Analyst IDC Indonesia, Vanessa Aurelia.