Bumi diserang oleh angin surya dahsyat yang berasal dari lubang raksasa yang terbentang di Matahari. Lubang ini disebut lubang korona dan memiliki diameter 60 kali lipat lebih besar dari Bumi.
Menurut Science Alert, lebar lubang korona mencapai 800.000 kilometer di titik terjauhnya. Sebagai perbandingan, diameter Jupiter hanya 140.000 kilometer, sementara diameter Bumi adalah 12.724 kilometer.
Lubang korona merupakan wilayah raksasa tempat medan magnet Matahari terbuka. Keberadaan lubang korona dipengaruhi oleh aktivitas magnetik Matahari yang sedang menuju puncaknya, yang disebut sebagai Solar Maximum. Diperkirakan titik teraktif Matahari akan terjadi pada tahun 2024.
Pada 2 Desember, lubang raksasa Matahari langsung menghadap ke Bumi dan angin surya terus menerus menghantam Bumi sepanjang 4 dan 5 Desember. Hasilnya, badai Matahari kategori G1 dan G2 terjadi, meskipun dampaknya tidak terlalu dirasakan oleh manusia di Bumi.
Badai surya terjadi saat partikel dari Matahari membentur atmosfer Bumi dan tersebar mengikuti garis medan magnet menuju kutub Bumi. Di kutub, partikel tersebut kembali bergerak lapisan atmosfer terluar dan menciptakan sinar aurora. Pada level G1 dan G2, dampaknya sangat minimal.
Lubang korona memiliki dampak yang lebih pasif dibanding dengan badai akibat letupan massa korona atau suar surya. Dalam peristiwa lubang korona, partikel Matahari hanya “menemukan jalan keluar” dari atmosfer.
Hingga menuju puncak aktivitas pada 2024, aktivitas Matahari terus menciptakan fenomena di Bumi. Bahkan, aurora yang terbentuk di Bumi tampak lebih “aktif” dan terjadi di lapisan yang lebih rendah dari biasanya.