Banyak karyawan pabrik Samsung di Vietnam beralih profesi. Dari yang awalnya mengurusi perangkat elektronik akhirnya memilih menjadi pegawai salon.
Salah satunya adalah Nguyen Thi Lan. Dia membuka salon kuku di distrik Yen Phong, tempat dua pabrik besar Samsung berada.
Lan bekerja di fasilitas Samsung di provinsi Thai Nguyen sejak 2015-2020. Selama tahun terakhirnya, dia juga ikut mempelajari bisnis kecantikan setiap di hari libur.
Usai berhenti dari pabrik, Lan mengikuti kursus lanjutan selama enam minggu dan akhirnya membuka salon. Dia juga membuka pelatihan di salon tersebut.
Pelatihan diikuti oleh pegawai Samsung yang ingin mendapatkan pelatihan dasar manikur. Ini dilakukan saat akhir pekan, sementara sisanya digunakan bekerja di pabrik.
“[Para peserta pelatihan] melakukan ini karena berpikir sama seperti saya, tidak ingin bekerja di [pabrik] selamanya. Mereka sudah lama meninggalkan rumah dan ingin kembali ke kampung halaman untuk membuka salon dekat dengan suami dan anak-anak serta membantu keluarga,” jelasnya dikutip dari Rest of World, Rabu (6/12/2023).
Selama tiga tahun, dia menerima 50 perempuan untuk dilatih. Dari jumlah tersebut, 15 orang membuka salonnya sendiri.
Salon milik Lan bukan satu-satunya di distrik itu. Namun ada banyak salon yang juga menerima pelatihan layanan kecantikan seperti menata rambut, manikur, make up, hingga pijat.
Banyak pegawai Samsung yang minat mengikuti pelatihan itu. Sebab Rest of World menuliskan karir mereka di pabrik bisa diberhentikan kapan saja atau saat masuk ke usia tertentu.
Kepada laman tersebut, pekerja pabrik dan mantan pegawai mendaftar pelatihan tersebut karena pekerjaan ahli kecantikan dirasa cukup stabil dan fleksibel.
Pemerintah Vietnam juga ikut dalam upaya pelatihan pekerja pabrik. Ini dilakukan karena UU ketenagakerjaan setempat menyebutkan pemerintah ikut bertanggungjawab memberikan fasilitas pelatihan profesi.
Sayang, sebagian besar inisiatif pemerintah tidak berhasil. Peneliti ketenagakerjaan, Vinh mencatat tantangan upaya tersebut datang dari partisipasi perusahaan yang terbatas, kurang dana, hingga kurangnya pilihan pelatihan.