Teknologi kecerdasan buatan (AI) kini dimanfaatkan oleh beberapa negara untuk pengembangan senjata super canggih. Israel pun tak ketinggalan memanfaatkan senjata tersebut untuk pertahanan negaranya.
Menurut laporan The New York Times, Israel saat ini sedang mengembangkan senjata AI berupa drone otomatis pembunuh manusia itu sebentar lagi akan menjadi kenyataan. Drone berbasis AI mampu mendeteksi dan membidik target secara akurat. Selain Israel, drone AI ini juga dikembangkan oleh Amerika Serikat (AS) dan China.
Kritikus mengatakan ‘robot pembunuh’ menandai pengembangan AI yang mengkhawatirkan. Hidup-mati manusia seakan diserahkan sepenuhnya ke mesin tanpa campur tangan manusia.
Beberapa negara telah melobi PBB untuk mengeluarkan kebijakan pelarangan AI dalam menciptakan drone pembunuh. Namun, AS merupakan salah satu negara yang menentang negosiasi tersebut.
Israel, Rusia, dan Australia juga sependapat dengan AS. Negara-negara ini ingin pengembangan teknologi untuk kepentingan militer tak dibatasi, menurut laporan The Times.
“Isu ini adalah poin paling signifikan untuk masa depan kemanusiaan,” kata Alexander Kmentt, ketua negosiator Austria, kepada The Times, dikutip Jumat (24/11/2023).
Kmentt mengatakan senjata otomatisasi akan membuat perubahan yang fundamental. Penggunaannya bisa memicu masalah hukum dan etika.
Menurut laporan yang dipublikasikan awal tahun ini, Pentagon sedang menyiapkan ribuan drone yang ditenagai AI untuk kebutuhan militer, dikutip dari Business Insider.
Dalam pidato pada Agustus lalu, Wakil Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS) Kathleen Hicks mengatakan teknologi drone berbasis AI akan membuat negara yang dipimpin Joe Biden tersebut unggul dibandingkan kekuatan militer China.
Sekretaris Angkatan Udara AS Frank Kendall mengatakan drone berbasis AI akan memiliki kemampuan untuk membuat keputusan militer di bawah supervisi manusia.
Pada Oktober lalu, The New Scientist mengatakan drone yang dikontrol AI telah dikerahkan dalam perang Ukraina melawan invasi Rusia. Namun, tak jelas seberapa besar dampaknya kehancurannya.
Pentagon tak segera menanggapi permintaan konfirmasi.
Kabar soal Israel dan AS mengembangkan robot pembunuh mencuat di tengah perang yang terjadi di Timur Tengah saat ini. Dalam upaya menumpas kelompok Hamas, Israel menyerang Gaza dengan bombardir tanpa henti.
Upaya gencatan senjata digaungkan oleh negara-negara dunia. Beberapa saat lalu, Israel sudah sepakat melakukan gencatan senjata sementara pada Kamis (23/11) kemarin, tetapi ditunda.
Pada Oktober lalu, The New Scientist mengatakan drone yang dikontrol AI telah dikerahkan dalam perang Ukraina melawan invasi Rusia. Namun, tak jelas seberapa besar dampaknya kehancurannya.
Pentagon tak segera menanggapi permintaan konfirmasi.
Israel Tunda Gencatan Senjata
Kabar soal Israel dan AS mengembangkan robot pembunuh mencuat di tengah perang yang terjadi di Timur Tengah saat ini. Dalam upaya menumpas kelompok Hamas, Israel menyerang Gaza dengan bombardir tanpa henti.
Upaya gencatan senjata digaungkan oleh negara-negara dunia. Beberapa saat lalu, Israel sudah sepakat melakukan gencatan senjata sementara pada Kamis (23/11) kemarin, tetapi ditunda.
Ketua Dewan Keamanan Nasional Israel, Tzachi Hanegbi mengindikasikan pembebasan setidaknya 50 sandera Israel dan asing yang ditahan oleh Hamas sudah sesuai rencana. Namun baru akan terjadi paling cepat pada hari Jumat (24/11) hari ini.
Sebenarnya, belum jelas apa yang menyebabkan penundaan tersebut. Menurut Reuters, sumbernya di Mesir, mengatakan bahwa mediator telah meminta waktu mulai pukul 10 pagi. Namun hal itu ternyata tak bisa direalisasi.
Di sisi lain, media penyiaran publik Israel, Kan, mengutip seorang pejabat Israel yang tidak disebutkan namanya. Dilaporkan bahwa penundaan 24 jam terjadi karena perjanjian tersebut tidak ditandatangani oleh Hamas dan mediator Qatar.
Hal sama juga dikatakan Al-Jazeera. Hamas juga kabarnya belum memberi daftar para tawanan.
Diperkirakan ada 240 sandera yang ditahan Hamas. Melalui kesepakatan itu, Israel juga akan membebaskan sedikitnya 150 perempuan dan anak-anak Palestina yang ditahan di penjara-penjara Israel dan mengizinkan lebih banyak bantuan kemanusiaan masuk.
“Untuk setiap 10 sandera tambahan yang dibebaskan, akan ada satu hari “jeda” tambahan dalam pertempuran,” kata sebuah dokumen pemerintah Israel.