BMKG Mengungkap Tanda-Tanda Petaka yang Menghantui RI

by -149 Views

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan Indonesia masuk dalam negara-negara yang rentan mengalami gangguan ketahanan pangan. Salah satu faktor penyebabnya adalah kekurangan air.

Kondisi ini disebabkan oleh kenaikan suhu permukaan bumi. Sepanjang tahun 2023, rekor suhu maksimum terpanas terus pecah. Suhu pada bulan Juli 2023 menjadi bulan Juli terpanas sepanjang sejarah.

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menyampaikan hal ini saat rapat kerja dengan Komisi V DPR pada Rabu (8/10) kemarin.

Dia menjelaskan bahwa kenaikan temperatur global terjadi sejak tahun 1850, yang disebabkan oleh perkembangan pertumbuhan industri. Lonjakan suhu yang signifikan terjadi jelang tahun 1980-an.

“Kenaikan suhu hingga tahun 2023 sebesar kurang lebih 1,2 derajat Celcius dibandingkan di masa sebelum revolusi industri. Dan 8 tahun terakhir ini tercatat merupakan rekor terpanas sepanjang sejarah,” ungkap Dwikorita.

Dwikorita menambahkan bahwa akibat kenaikan suhu bumi, diproyeksikan bahwa terjadi kekurangan air secara global. Hal ini akan berlangsung ke beberapa waktu ke depan.

“Kekurangan air ini, diproyeksikan oleh organisasi meteorologi dunia, termasuk di Indonesia warnanya orange, terjadi kondisi kerentanan cukup tinggi terhadap ketahanan pangan,” ungkap Dwikorita.

Dikatakan bahwa pada tahun 2050-an, sebagian besar wilayah di bumi akan mengalami kekurangan air, yang berdampak pada ketahanan pangan. Indonesia masuk kategori wilayah pangan yang rentan.

Hasil pantauan BMKG menunjukkan bahwa konsentrasi CO2 yang diukur di GAW Kototabang meningkat sejak tahun 2004 hingga tahun 2023. Dari sekitar 370 ppm konsentrasi CO2, tahun ini sudah berkisar 415 ppm.

Hal ini menyebabkan terbentuknya selubung gas rumah kaca di atmosfer, yang menghambat terlepasnya radiasi matahari kembali ke angkasa. Dampaknya, es puncak Jayawijaya diprediksi akan punah tahun 2025 dan cuaca ekstrem semakin sering terjadi.

BMKG melakukan pelatihan adaptasi perubahan iklim, meningkatkan literasi iklim untuk masyarakat, serta memperluas penerapan transformasi energi dari energi fosil ke nonfosil.