Agen mata-mata China menuduh beberapa negara telah mengembangkan senjata mematikan yang menargetkan karakter gen tertentu manusia. Ini pernyataan pertama dari sebuah badan negara China yang menyebutkan secara terbuka tentang ancaman semacam itu.
Dalam sebuah unggahan di akun resmi WeChat, Kementerian Keamanan Negara mengatakan beberapa negara telah menargetkan penduduk China karena ada motif tersembunyi.
Kementerian itu tidak menyebutkan secara spesifik nama negara-negara yang dimaksud atau memberikan bukti yang mendukung atas tuduhan tersebut.
Mengutip South China Morning Post, kabar soal senjata semacam itu telah lama diabaikan oleh komunitas ilmiah dan dianggap sebagai teori konspirasi.
Dalam sebuah laporan pada Februari tahun lalu, para peneliti dari Dewan Risiko Strategis mengatakan ancaman senjata biologis sebagai alat pencegah tidak relevan karena tidak ada negara yang aman dari dampak pandemi.
Namun apa yang dituduhkan oleh Kementerian Tiongkok oleh negara-negara tersebut bukan agen biologis yang direkayasa untuk seluruh dunia, melainkan penciptaan ancaman yang ditargetkan, atau senjata genetik.
Senjata genetik, juga dikenal sebagai senjata biologis etnis, adalah senjata biologis hasil rekayasa genetika yang mampu menargetkan anggota ras atau etnis tertentu.
Meskipun hingga 99,9 persen DNA manusia dimiliki oleh semua individu di Bumi, terdapat perbedaan genetik utama yang membedakan orang-orang dari etnis atau ras tertentu.
Menurut kementerian itu, perbedaan-perbedaan yang ada dapat dimanfaatkan untuk membunuh target ras yang telah ditentukan.
Kementerian Tiongkok bukan pihak pertama yang menuduh adanya senjata biologis yang ditargetkan secara genetik.
Pada bulan Juni, calon presiden AS Robert F Kennedy Jr mengklaim bahwa China sedang mengembangkan senjata biologis etnis, dan menyatakan bahwa AS juga telah mengembangkan teknologi semacam itu.
Para pejabat Rusia tahun lalu juga menuduh Ukraina memproduksi senjata biologis di laboratorium yang didanai oleh Amerika Serikat, dan beberapa laporan media yang menunjukkan bahwa mereka yakin senjata-senjata ini dapat ditargetkan secara etnis.
“Sangat tidak mungkin senjata yang menargetkan kelompok etnis tertentu dapat dikembangkan,” kata Richard Parsons, dosen senior Toksikologi Biokimia di King’s College London.
Parsons mengatakan bahwa meskipun saat ini terdapat obat-obatan yang lebih efektif pada kelompok etnis tertentu, pengembangan obat ini membutuhkan waktu yang lama dan anggota dari kelompok etnis yang sama pun tidak memiliki semua perbedaan tersebut
Sementara Oliver Jones, kepala Biosains dan Teknologi Pangan di Universitas RMIT, mengatakan bahwa klaim tersebut murni fiksi ilmiah.
Jones mengatakan bahwa manusia secara genetik sangat mirip sehingga senjata yang menargetkan satu kelompok kemungkinan besar juga akan merugikan pelakunya.
“Sejauh yang saya tahu, tidak ada seorang pun yang benar-benar menunjukkan cara yang masuk akal, atau bahkan hanya masuk akal secara teoritis, cara hal ini bisa dilakukan,” katanya.
Konsep agen biologis hasil rekayasa genetika mulai menjadi perhatian publik pada awal pandemi Covid-19, ketika beberapa ilmuwan berhipotesis bahwa virus penyebab penyakit tersebut tampaknya tidak berasal dari alam.
Pada bulan Januari 2020, Kristian Andersen, direktur Genomik Penyakit Menular di Scripps Research Institute, menyatakan melalui email bahwa ia dan ilmuwan lain menemukan genom virus tidak sesuai dengan ekspektasi teori evolusi.
Kurang dari dua bulan kemudian, sebuah surat yang diterbitkan di jurnal Nature yang mengutip Andersen sebagai penulis utama mengatakan bahwa pemeriksaan lebih lanjut menunjukkan virus tersebut bukan virus yang dibuat di laboratorium atau virus yang dimanipulasi dengan sengaja.
Kekhawatiran terhadap potensi ancaman senjata biologis genetik bukanlah hal baru. Pada tahun 1999, sebuah laporan dari British Medical Association memperingatkan bahwa pembuatan senjata semacam itu akan mungkin dilakukan dalam waktu dekat.
[Gambas:Video CNBC]
(int/dem)